Rabu, 03 Desember 2014

Bahasa Figuratif dalam Pembelajaran Sastra Indonesia

Berikut adalah pembahasan tentang majas atau bahasa figuratif yang dapat digunakan dalam pembelajaran sastra Indonesia. semoga bermanfaat.



4. Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung untuk mengungkapkan maknanya. Bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang.
a.       Kiasan (Gaya Bahasa)
Pengiasan disebut juga dengan simile atau persamaan. Tujuan penggunaan kiasan ialah untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi. Beberapa contoh kiasan atau gaya bahasa adalah sebagai berikut:
1.      Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Contoh klasik : kambing hitam, bunga bangsa, lintah darat, dll.
2.      Perbandingan
Kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile. Biasanya di dalam penggunaan majas perbandingan digunakan kata-kata seperti, laksana, bagaikan, bagai, bak, dll.
3.      Personifikasi
Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona atau di”personifikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa dan keadaan itu.
4.      Hiperbola
Hiperbola merupakan kiasan yang berlebih-lebihan agar penyair mendapatkan perhatian yang lebih saksama dari pembaca.
5.      Sinekdoce
Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan keseuruhan untuk maksud sebagian. Sinekdoce terdiri atas dua majas, yaitu pars pro toto (menyebut sebagian untuk keseluruhan) dan totum pro parte (menyebut keseluruhan untuk sebagian).
6.      Ironi
Ironi yakni kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengeritik.

Contoh penggunaan bahasa figuratif (majas) dalam puisi:
Oleh: Lelaki Budiman
Malam ini hujan kembali mengunjungiku, kunjungan yang kesekian puluh.
Tak pasti hujan mengunjungiku (benar-benar berkunjung dan bercakap denganku). Terkadang ia hanya lewat di depan halaman. Lalu pergi usai menyapa bunga dan rerumputan.
...
Penjelasan :
Dalam penggalan puisi tersebut jelas sekali terlihat menggunakan majas personifikasi. Hujan yang hakikatnya bukan makhluk hidup dikiaskan dan dipersonifikasikan seolah-olah dapat melakukan pekerjaan manusia, seperti pada penggunaan kata mengunjungi, lewat di depan halaman, dan menyapa.
b.      Pelambangan
Pelambangan digunakan penyiar untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah hati pembaca.pelambangan dalam puisi dianggap penting karena menurut beberapa penyair kata-kata dari kehidupan sehari-hari belum cukup untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Selain itu, lambang dan kiasan ikut memberikan sugesti pada kata-kata itu. Lambang dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1.      Lambang warna
Warna mempunyai karakteristik watak tertentu untuk mengungkapkan perasaan penyair.
2.      Lambang benda
Pelambangan ini dilakukan dengan menggunakan nama benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair.
3.      Lambang bunyi
Di sini, bunyi yang diciptakan oleh penyair melambangkan perasaan tertentu untuk menciptakan suasana yang khusus dalam sebuah puisi. Penggunaan lambang bunyi sangat erat hubungannya dengan rima dan diksi dalam puisi.
4.      Lambang suasana
Dalam hal ini yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya suatu peristiwa sepintas saja.
Contoh puisi yang menggunakan pelambangan:
Sepanjang Jalur Hitam
(Bambang Sugeng)
Sepanjang jalur hitam
Ada penyeselan diri
Entah terpaksa atau dipaksa
Oleh keadaan

Kini tinggalsepercik pengharapan
Untuk berbuat kepadaNya
Belumlah terlambat
(sepanjang jalur hitam tidak seluruhnya hitam)

Penjelasan:
Puisi di atas menggunakan lambang warna untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh penyair. Selain itu, penggunaan lambang warna yang terlihat pada kata “jalur hitam” juga dituliskan secara berulang-ulang oleh penyair.

5.    Versifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)
a.       Rima
Rima adalah pengulangan bunyi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu untuk dibaca. Beberapa jenis rima adalah:
1.      Onomatope
Onomatope berarti tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada. Dalam puisi, bunyi-bunyi yang dipilih oleh penyair diharapkan dapat memberikan gema atau memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan penyair.
2.      Bentuk intern pola bunyi
Menurut Boultonyang dimaksud dengan bentu internal ini adalah: aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi (kata), dnsi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi (kata), dnsi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi (kata), dll.
3.      Pengulangan kata/ungkapan
Boulton menyatakan bahwa pengulangan bunyi/kata/frasa memberikan efek intelektual dan efek magis yang murni. Efek magis yang murni dapat kita hayati dalam mantera.
b.      Ritma
Pada dasarnya, Ritma merupakan pertentangan bunyi : tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk sebuah keindahan. Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa dan kalimat. Ritma puisi berbeda dari metrum (matra). Metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap. Metrum sifatnya statis. Metrum sama dengan maat dan sulit dilaksanakan dalam puisi Indonesia. meskipun sulit ditemukan dalam puisi Indonesia, namun dalam deklamasi dan poetry reading metrum memiliki peranan yang sangat penting.
Contoh penggunaan Rima dalam puisi:
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk menghempas emas
ari ke gunung memuncak sunyi
erayun-ayun di atas alas
(Amir Hamzah)
Penjelasan :
Puisi di atas menggunakan rima akhir, yaitu pengulangan bunyi pada akhir setiap barisnya. Puisi diatas menggunakan rima akhir yang berupa rima silang, yaitu berima [a-b-a-b]

6.    Tata Wajah (Tipografi)
Penyair menciptakan tipografi yang berubah pada baris-baris di akhir puisi untuk menekan makna yang hendak diungkapkan penyair.

Contoh puisi bertipografi:

Laksana bintang berkilat cahaya,
Di atas langit hitam kelam,
Sinar berkilau cahya matamu,
Menembus aku kejiwa dalam.
  
    Ah, tersadar aku, 
    Dahulu ....................................
    Telah terpasang lentera harapan
    Tetiup angin gelap keliling.

Laksana bintang di langit atas,
Bintangku Kejora
Segera lenyap peredar pula,
Bersama zaman terus berputar

(SEBAGAI DAHULU, Aoh Kartahadimaja, Gema tanah Air, hal. 51)
Penjelasan :
Tipografi dalam puisi di atas dapat dilihat dari pelukisan bait kedua yang menjorok ke dalam. Selain itu juga terlihat pada penggunaan beberapa tanda baca seperti titik dan koma pada puisi tersebut.

STRUKTUR BATIN PUISI
1.      Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa peyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Tema meliputi beberapa hal, seperti :
a.       Tema ketuhanan
Puisi-puisi dengan tema ketuhanan bilasanya akan menunjukkan “religious experience” atau pengalaman religi penyair. Pengalaman religi didasarkan atas tingkat kedalaman pengamalan Ketuhanan seseorang. Kedalaman rasa ketuhanan itu tidak lepas dari bentuk fisik yang terlahir dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, kiasan, dll yang menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dengan Tuhan.
b.      Tema kemanusiaan
Tema kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki harkat (martabat) yang sama. Rasa kemanusiaan juga dapat menunjukkan tema cinta, belas kasihan, nasihat, perjuangan, dll.
c.       Tema patriotisme/kebangsaan
Tema patriotisme dapat meningkatkan perasaan cinta akan bangsa dan tanah air. Tema patriot juga dapat diwujudkan dalam bentuk usaha penyair untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa kenasionalisan.
d.      Tema kedaulatan rayat
Tema ini biasanya kita dapati pada puisi protes. Yang ditonjolkan pada puisi bertema kedaulatan rakyat adalah protes terhadap kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa yang tidak mendengarkan jeritan rakyat atau dapat juga berupa kritik terhadap sikap otoriter penguasa. Kedaulatan rakyat berarti bahwa rakyat mempunyai suara yang penting dan menentukan. Suara rakyat menentukan kekuasaan. Pemerintah dan penguasa harus mencerminkan kehendak rakyat.
e.       Tema keadilan sosial
Yang dilukiskan dalam tema ini adalah ketidakadilan dalam masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan sosial ditegakkan dan diperjuangkan.

Contoh:

Doa
(Chairil Anwar)
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Puisi “Doa” karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bernaka ketuhanan. Kata “doa” yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan Sang Pencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau, caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar