Rabu, 03 Desember 2014

Permasalahan Implementasi Kurikulum 2013 di SMP Negeri 3 Batang



Berikut adalah etnografi tentang Permasalahan implementasi Kurikulum 2013 berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Negeri 3 Batang.

PENDAHULUAN

Kurikulum merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan nasional pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurikulum 2013 merupakan perubahan dari kurikulum sebelumnya yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Perubahan kurikulum ini ditujukan sebagai penyempurnaan kurikulum lama. Dalam perubahan tersebut, terjadi pemadatan dan pengurangan sejumlah mata pelajaran. Selain itu, ada pula penggatian materi dan metode pembelajaran secara keseluruhan di beberapa mata pelajaran. Penggantian materi dan metode itu terjadi seperti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang sekarang sudah menggunakan metode berbasis teks. Kurikulum 2013 telah melalui percobaan pada tahun ajaran 2013/2014 pada beberapa sekolah yang ditujuk oleh pemerintah. Pada tahun ajaran 2014/2015 kurikulum 2013 mulai di implementasikan di seluruh sekolah tanpa terkecuali. Namun pada pelaksaannya di temukan kendala dan permasalahan seperti banyak kasus yang dituliskan pada media cetak maupun media eletronik. Oleh karena itu, observasi ini dilakukan untuk menelaah permasalahan-permasalahan yang masih menjadi topik hangat oleh seluruh pelaksana pendidikan di Indonesia. Dengan harapan nantinya implementasi kurikulum 2013 dapat berjalan secara optimal dan sesuai dengan tujuan pelaksaan kurikulum 2013.


KAJIAN DATA DAN ANALISIS

1.     Data Hasil Observasi Kurikulum di Sekolah

SMP Negeri 3 Batang merupakan sebuah sekolah bekas rintisan standar internasional yang letaknya tidak jauh dari pusat Kabupaten Batang. Sekolah ini merupakan sekolah yang memiliki standar di atas rata-rata di bandingkan dengan sekolah-sekolah lain di Kabupaten Batang. Di sekolah ini, kurikulum 2013 telah diberlakukan untuk kelas VII dan kelas VIII sejak tahun ajaran 2014/2015. Sebelumnya, sekolah ini juga ditunjuk oleh pemerintah Kabupaten Batang untuk melakukan percobaan dalam implementasi kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014. Meski sudah dua tahun dilaksanakan, tetapi tetap saja terdapat beberapa kendala yang dikeluhkan oleh sekolah dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini.
Dari hasil observasi melalui metode pengamatan dengan melihat secara langsung kegiatan pelaksanaan kurikulum 2013 di kelas, serta wawancara terhadap wakil kepala sekolah bidang kurikulum, maka dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013 ini sudah berjalan cukup baik di SMP Negeri 3 Batang. 80% guru telah mengimplementasikan kurikulum ini pada proses pembelajaran. Siswa juga mengaku tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran kurikulum 2013. Meskipun pada pelaksanaannya, siswa belum sepenuhnya mampu lebih aktif berpendapat sebagaimana yang terlampir sebagai tujuan kurikulum 2013. Selain faktor guru dan siswa, sarana dan prasarana di sekolah ini juga telah sesuai standar kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan LCD sebagai sarana penyampaian materi pada proses pembelajaran. Sekolah ini dapat dikatakan telah siap dan matang untuk melaksanakan program pemerintah yang mulai memberlakukan kurikulum 2013.
Meskipun dari segi banyak hal sekolah ini telah siap, tetapi perubahan akan selalu membawa dampak dan masalah serta kendala selama proses penyesuaian berlangsung. Jika dilihat dari segi standar isi, kurikulum 2013 telah mengalami perubahan dalam bentuk pembaharuan materi, perubahan jumlah mata pelajaran, dan pendekatan yang berubah pula. Hal ini tentu menimbulkan beberapa kendala dan masalah dalam proses pelaksanaan kurikulum 2013.
Kendala yang paling terlihat dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah proses pengadaan buku yang dinilai lambat didistribusikan oleh pemerintah pusat. Menurut wakil kepala sekolah bidang kurikulum SMP Negeri 3 Batang, Bapak Budi, menyatakan bahwa buku belum sepenuhnya didistribusikan oleh pemerintah. Hanya kelas VII yang bukunya sudah dapat disalurkan kepada siswa, itupun buku Bahasa Indonesia dan PKn belum sampai ke tangan sekolah. Sedangkan untuk kelas VIII, buku sama sekali belum sampai  di tangan sekolah. Padahal, kurang dari dua bulan lagi siswa sudah harus mengikuti Ujian Akhir Semester. Ini tentu akan menghambat proses belajar siswa dalam memahami materi pembelajaran dan dapat mempengaruhi hasil pada Ujian Akhir Semester nanti.
Bapak Budi juga mengutarakan bahwa pada kurikulum 2013 ini siswa lebih mendapatkan tempat dan kesempatan untuk bereksplorasi dan menyatakan pendapat dalam setiap proses pembelajaran. Beliau mengatakan, bahwa pada kurikulum ini, siswa merupakan objek utama pembelajaran dimana siswa akan lebih banyak menguraikan materi melalui penjabaran dengan berpendapat secara langsung maupun dengan menggunakan metode presentasi. Beliau menambahkan bahwa kurikulum 2013 ini guru hanya menjadi fasilitator pelaksana kegiatan pembelajaran di dalam setiap pembelajaran di kelas. Namun, fakta di lapangan melalui hasil pengamatan di kelas, siswa justru cenderung diam dan tidak mau berpendapat jika tidak ditunjuk atau ditakut-takuti oleh guru berkaitan dengan proses pemberian nilai pada siswa tersebut.
Dari segi penilaian, Bapak Budi mengutarakan ada beberapa format penialian yang berubah dibandingkan dengan format penilaian pada pelaksanaan KTSP. Pada Kurikulum 2013 format penilaian yang digunakan lebih kompleks. Jika pada KTSP hanya menggunakan format penilaian pengetahuan saja, namun pada kurikulum 2013 ini, guru dituntut memberikan penilaian dari segi penilaiam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini pulalah yang sering menjadi keluhan para guru di SMP Negeri 3 Batang. Alasannya, format penilaian yang diberikan oleh pemerintah dianggap terlalu sulit dan menyita waktu dalam pelaksanaannya. Banyak guru yang berharap akan ada penyederhanaan dalam segi penilaian. Namun, menurut Bapak Budi kesulitan pada proses penilaian ini hanya akan terjadi pada awal pelaksanaan kurikulum ini saja. Jika sudah berjalan dengan baik, maka kesulitan tersebut akan hilang degan sendirinya. Faktanya memang tidak jauh berbeda dengan pernyataan Bapak Budi tersebut, di lapangan banyak guru yang mengeluhkan tentang proses penilaian ini. Terutama pada proses penilaian sikap yang harus dilakukan siswa terhadap dirinya sendiri, dan teman sebaya. Ditambah lagi guru juga masih harus turut serta memberikan penilaian terhadap sikap siswa tersebut. Ini dianggap terlalu banyak menyita waktu pembelajaran dan justru merugikan proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Dari segi sarana dan prasarana, sebenarnya sekolah ini dapat dikatakan sangat siap untuk melaksanakan kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran berbasis IT. Di sekolah ini setiap kelas sudah dilengkapi dengan LCD sebagai penunjang pembelajaran. Hanya saja kendala pelaksanaan pembeajaran yang demikian adalah kurangnya minat guru untuk dapat mengoptimalkan potensi mengajarnya dengan menggunakan bantuan LCD untuk memaparkan materi yang hendak disampaikan. Memang tidak semua guru demikian, hanya beberapa guru mata pelajaran saja yang belum mengoptimalkan sarana tersebut, namun hal ini juga akan mempengaruhi hasil ketercapaian tujuan kurikulum 2013 untuk menerapkan model pembelajaran berbasis IT di seluruh sekolah dengan melibatkan seluruh tenaga pengajar pendidikan tanpa terkecuali.
Bapak Budi menambahkan, permasalahan lain yang kini sedang dihadapi dalam proses pelaksanaan kurikulum 2013 adalah pada bidang pendanaan. Sebelum kurikulum 2013 diterapkan, sekolah masih diperbolehkan untuk melakukan pungutan dari orang tua/wali siswa setiap bulannya sebagai penunjang pelaksanaan seluruh kegiatan di sekolah. Namun, sekarang sekolah sama sekali tidak diperbolehkan melakukan pungutan tersebut dan hanya mengandalkan dana dari pemerintah saja. Dari hal tersebut, Bapak Budi menyatakan bahwa SMP Negeri 3 Batang sangat kesulitan dalam proses menyesuaikan diri dengan dana yang terbatas tetapi banyak kegiatan yang menjadi agenda dan harus dijalankan oleh SMP Negeri 3 Batang. Tetapi SMP Negeri 3 Batang tetap berusaha mengoptimalkan pelayanan kepada siswa dengan strategi dan penyiasatan khusus agar seluruh kegiatan tetap dapat berjalan optimal, sehingga siswa tidak dirugikan.
Masalah lain yang terjadi di SMP Negeri 3 Batang yang sebenarnya masih menjadi masalah umum tenaga pengajar di seluruh Indonesia adalah mengenai pemahaman guru terhadap kurikulum 2013 secara menyeluruh yang masih kurang. Kurangnya pemahaman guru tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti proses penyuluhan kurikulum 2013 dan diklat untuk para guru yang dianggap masih kurang dan belum optimal. Terlebih lagi, proses penyuluhan tersebut belum menyentuh seluruh tenaga pengajar sebagai pelaksana kegiatan kurikulum 2013. Hanya beberapa guru yang ditunjuk oleh pemerintah saja yang telah menerima penyuluhan dan diklat mengenai kurikulum 2013 ini. Itu pun waktunya sangat sedikit dan terbatas, sehingga tidak bisa diserap secara optimal oleh guru yang mengikuti penyuluhan. Tetapi, SMP Negeri 3 Batang berusaha menutupi kekurangan dan keterbatasan itu dengan melakukan MGMP tingkat sekolah. MGMP ini dilakukan bukan dalam forum formal, hanya sebatas sharing antara sesama guru mata pelajaran tertentu. Biasanya mereka akan berkumpul pada sebuh tempat kemudian berdiskusi, berbagi materi atau cara mengajar dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kurikulum 2013. Metode ini sudah beberapa kali diterapkan dan dilaksanakan di SMP Negeri 3 Batang.
Berdasarkan hasil observasi yang sudah dilaksanakan di SMP Negeri 3 Batang, ditemukan beberapa masalah yang terjadi pada penerapan kurikulum 2013 terkait dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Masalah-masalah tersebut meliputi berbagai faktor,  mulai dari faktor pengadaan buku, penilaian siswa, sampai dengan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

2.     Data Hasil Observasi Implementasi Kurikulum 2013 oleh Guru

Observasi ini menggunakan objek penelitian pada siswa kelas VII dan kelas VIII serta guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas yang bersangkutan. Observasi ini menggunakan metode pengamatan terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dan wawancara terhadap guru, serta siswa yang mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia tersebut.
Masalah pertama dan utama yang dikeluhkan oleh guru dan siswa adalah terlambatnya buku yang didistribusikan oleh pemerintah pusat. Guru dan siswa menuturkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran karena tidak ada panduan berupa hardcopy yang dapat mereka pergunakan sebagai acuan pembelajaran. Untuk kelas VII buku pelajaran memang sudah didistribusikan, tetapi khusus pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan PKn, buku belum sampai di sekolah. Sebenarnya, buku Bahasa Indonesia sudah sempat didistribusikan, meskipun jumlahnya masih terbatas dan belum setara dengan jumlah siswa, namun isi pada buku tersebut tidak sesuai dengan silabus yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga buku tersebut belum layak untuk dipergunakan dalam pembelajaran, karena nantinya akan memberatkan siswa. Sedangkan untuk kelas VIII, buku sama sekali belum didistribusikan, hanya buku Pendidikan Agama saja yang telah dapat dipergunakan siswa dan guru. Mereka mengaku, kesulitan yang paling utama jika buku tidak kunjung didistribusikan adalah terhambatnya pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menuntut pembelajaran berbasis teks.
Masalah lain yang ditemukan di SMP Negeri 3 Batang adalah belum maksimalnya proses pembelajaran yang menumbuhkan minat siswa untuk lebih aktif di kelas dengan banyak berpendapat pada setiap pelaksanaan pembeljaran Bahasa Indonesia. Padahal, berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII, Ibu Khusaenah, tujuan kurikulum 2013, khususnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia adalah untuk membuat siswa lebih aktif berbicara dalam setiap kesempatan, agar nantinya lebih mudah dalam melakukan proses sosialisasi di masyarakat. Sebagian siswa cenderung menunggu ditunjuk oleh guru atau menunggu guru memberikan nilai sebagai hadiah untuk berani memulai berpendapat. Tidak banyak siswa yang aktif mengungkapkan keberaniannya untuk berpendapat secara spontan. Hanya terdapat segelintir siswa saja yang demikian, jika diprosentase jumlahnya tidak lebih dari 15%. Sebenarnya, metode yang dilakukan oleh Guru untuk mendengarkan opini siswa terlebih dahulu, sebelum menyimpulkan sebuah materi sudah berjalan dengan baik, hanya siswa saja yang nampaknya belum siap melaksanakan model pembelajaran demikian. Berdasarkan wawancara kami kepada Guru Bahasa Indonesia kelas VIII, Ibu Endah, juga menuturkan bahwa untuk mewujudkan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang menuntut mengajarkan dan menerapkan nilai moral pada pembelajaran berbasis teks belum sepenuhnya tercapai, karena dipengaruhi oleh kurangnya minat siswa dalam mengimplementasikan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sebenarnya.
Model pembelajaran lain yang dilakukan oleh guru dalam implementasi kurikulum 2013 di SMP Negeri 3 Batang adalah model pembelajaran berkelompok. Model ini sudah diterapkan beberapa kali pada awal pembelajaran Bahasa Indonesia semester 1. Tetapi pada faktanya, model ini justru membawa hasil yang tidak maksimal. Menurut Ibu Endah, jika model pembelajaran ini terus diterapkan maka akan ada beberapa siswa yang nantinya hanya diam dan tidak memaksimalkan potensinya untuk berpendapat ketika berkelompok. Akhirnya, siswa yang diam tersebut justru akan mendapatkan hasil di bawah KKM ketika ujian berlangsung. Hal tersebut telah diujicobakan pada Ujian Tengah Semester lalu.
Dari hasil wawancara terhadap dua guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Batang, yaitu Ibu Khusaenah dan Ibu Endah, juga dapat disimpulkan bahwa para guru mengeluhkan hal yang sama, yaitu para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia masih kesulitan dalam menerapkan kurikulum 2013, karena diklat dan penyuluhan kurikulum 2013 oleh pemerintah dianggap masih kurang. Terlebih, tidak semua guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dilibatkan dalam penyuluhan tersebut. Hanya sebagian guru saja yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengikuti pelaksanaan penyuluhan kurikulum 2013. Beliau juga menyatakan bahwa kurikulum 2013 terkesan masih sangat dipaksakan, karena banyak aspek yang belum siap. Selain itu, guru masih kesulitan terhadap proses penilaian yang diminta oleh kurikulum 2013. Terutama pada penilaian sikap yang harus dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran yang dinilai sangat memakan waktu, sehingga jam pada proses kegiatan belajar mengajar menjadi berkurang.
Masalah yang paling mengejutkan adalah adanya pergantian silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak tiga kali dalam 1 semester yang belum genap ini. Pergantian silabus ini dilakukan oleh pemerintah pusat dan harus dijalankan oleh guru mata pelajaran. Alasan pergantian silabus ini adalah sebagai proses penyempurnaan, namun faktanya hal ini justru memberatkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Akibat dari silabus yang masih labil ini, guru cenderung tidak leluasa menjabarkan secara rinci silabus dan standar isi kepada siswa. Akhirnya, menurut seluruh siswa yang berhasil kami wawancarai ketika sedang mengikuti proses pembelajaran Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak mengetahui standar isi Bahasa Indonesia.
Permasalahan terakhir yang kami temukan dalam proses pelaksanaan implementasi kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran berbasis IT, adalah belum terlaksananya pembelajaran berbasis IT dengan optimal di sekolah ini, khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Bukan karena sarana yang tidak memadai, tetapi lebih kepada kesiapan guru yang masih kurang dalam melaksanakan model pembelajaran tersebut. Menurut beberapa siswa yang kami wawancarai, menyatakan bahwa mereka mendapat pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan LCD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya dilakukan oleh mahasiswa PPL di sekolah tersebut saja.

3.      Analisis

Sebenarnya tujuan kurikulum 2013 dengan tujuan KTSP tidak banyak berbeda. Hanya saja berdasarkan landasan yuridis kurikulum yang mengacu pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Maka dapat disimpulkan secara konseptual, bahwa kurikulum 2013 adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Pada pelaksanaannya di SMP Negeri 3 Batang, pengembangan potensi peserta didik sudah dimaksimalkan melalui pelaksanaan ekstrakulikuler. Namun, pengembangan potensi tersebut belum dioptimalkan melalui bimbingan khusus dalam sebuah pembelajaran tertentu. Sedangkan untuk suasana belajar yang menyenangkan agar memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsaya belum dilaksanakan secara optimal oleh tenaga pengajar di SMP Negeri 3 Batang. Alasannya, metode dan model pembelajaran yang digunakan oleh tenaga pengajar di SMP Negeri 3 Batang terkesan masih menggunakan model pembelajaran lama dan belum ada penyegaran yang nampak signifikan dalam proses pelaksanaannya.
Pada dasarnya, konsep Standar Isi di dalamnya mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan. Namun, berdasarkan wawancara kami kepada wakil kepala sekolah SMP Negeri 3 Batang, Bapak Budi, konsep standar isi pada kurikulum 2013 mengalami perubahan dari konsep standar isi KTSP pada beberapa bagiannya. Seperti materi pembelajaran yang pada kurikulum 2013 lebih menerapkan pada materi tematik-integratif, kemudian ada pula perubahan pada jumlah mata pelajaran dan beberapa mata pelajaran yang mengalami penambahan jam pelajaran setiap minggunya. Selanjutnya, standar isi juga mengalami perubahan pendekatan pembelajarannya yang pada kurikulum 2013 ini lebih mengutamakan pendekatan scientific yaitu pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran yang meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
Jika dilihat dari standar isi, maka dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013 telah benar-benar siap dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik, namun seharusnya standar isi yang baik harus diikuti oleh kesesuaian isi yang baik pula. Kesesuaian isi tersebut dapat dikaji melalui pengadaan buku ajar dan kesesuaian konsepnya dengan silabus yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, faktanya adalah buku ajar yang sampai di sekolah justru tidak sesuai dengan silabus yang diberikan tersebut, misalnya pada buku ajar Bahasa Indonesia kelas VII, sehingga guru masih harus melakukan penggandaan lembaran-lembaran materi yang sebenarnya tidak bisa dikatakan efektif karena tidak dijadikan dalam kesatuan buku yang utuh.
Pencarian materi yang dilakukan secara mandiri oleh guru yang kemudian digandakan sebagai pedoman untuk siswa, sebenarnya merupakan tindakan kreatif yang telah dilakukan oleh guru SMP Negeri 3 Batang dalam memaksimalkan tugas utamanya sebagai mengajar untuk memberikan pemahaman terhadap siswa secara optimal. Hanya saja seperti yang sudah sempat kami singgung sebelumnya, spertinya harus ada penyegaran dalam metode penyampaian materi agar siswa sebagai objek didik tidak merasa bosan dan mampu menyerap materi yang dismapaikan dengan optimal sehingga memperoleh hasil yang maksimal pula pada akhir pembelajaran.
Berbicara mengenai hasil siswa, maka tidak akan terlepas dari aspek penilaian terhadap siswa. Aspek penilaian tersebut didasarkan pada panduan pelaksanaan Kurikulum 2013, Kemendikbud yang menjelaskan bahwa yang menjadi sasaran penilain ialan proses dan hasil belajar siswa. Penilain proses meliputi aktivitas mengamati, menanya; mengumpulkan informasi, mengasosiasi,  dan mengkomunikasikan. Yang termasuk aktivitas dalam mengamati adalah menyimak, membaca, dan melihat. Selain dua aspek tersebut, ada pula aspek penilaian sikap. Menurut keterangan salah satu guru mata pelajaran Ibu Endah, aspek penilaian tersebut meliputi aspek penilaian terhadap diri sendiri, terhadap teman sebaya, dan penilaian guru terhadap siswa. Aspek penilaian itu dituntut untuk dilakukan pada setiap akhir pertemuan setiap mata pelajaran. Namun, hal tersebut dinilai terlalu banyak menyita waktu dan dapat mengurangi porsi pembelajaran. Sehingga, dalam pelaksanaannya, khususnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia yang kami ikuti, proses penilaian terhadap diri sendiri dan teman sabaya ini baru dilakukan satu kali sepanjang semester ini.
Beralih pada pelaksanaan pembelajaran, tentu akan tidak terlepas dari sarana dan prasarana. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 dan Nomor 40 Tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsalawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana untuk Sekolah Luar Biasa, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi prabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Selain itu, setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboraturium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Jika ditelaah berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut maka dapat dikatakan bhawa SMP Negeri 3 Batang telah benar-benar menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Hanya berkaitan dengan sarana saja yang masih sedikit terkendala, yaitu pengadaan buku sebagai penunjang proses pembelajaran. Namun, proses pengadaan buku tersebut tentu bukan kesalahan dari pihak SMP Negeri 3 Batang. Pemerintah saja yang mungkin bisa dinilai kurang siap dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Harusnya, jika pemerintah hendak memberlakukan sebuah ketetapan baru, maka pemerintah juga harus memikirkan hal-hal yang diperlukan atau menunjang terkait pelaksanaan ketetapan tersebut, sehingga nantinya tidak ada kendala berarti yang banyak ditemukan di lapangan. Meskipun dalam keterbasan demikian, tetapi SMP Negeri 3 Batang telah berusaha mengoptimalkan pelayanan utamanya untuk mencerdaskan setiap peserta didik dengan berbagai strategi dan cara untuk meminimalisasi keterbatasan tersebut.
Aspek lain dalam sebuah pelaksanaan kurikulum, adalah terkait dengan pendanaan baik dari pihak pemberi mandat, yaitu pemerintah maupun dari instansi-istansi lain yang terkait dalam pelaksanaan kurikulum baru ini. Pemerintah sendiri telah menyiapkan banyak dana untuk pelaksanaan kurikulum 2013 ini. pembiayaan Kurikulum 2013 akan didanai melalui tiga sumber, yakni Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pusat, bantuan operasional sekolah (BOS), dan dana alokasi khusus (DAK). Pos-pos anggaran itu akan difokuskan untuk penggandaan buku dan pelatihan guru. Menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim, penggandaan buku akan menggunakan dana BOS dan sebagian dari DAK. Sedangkan untuk pelatihan guru, sebagian besar akan menggunakan dana dari DIPA pusat. Dalam kurikulum 2013 ini ada sumber dana yang dihilangkan dari sumber dana yang dapat diperoleh sekolah. Sumber dana tersebut adalah sumber dana yang berasal dari orang tua/wali siswa dalam pembiayaan berbagai macam operasional sekolah. Sekolah tidak lagi diperkenankan memungut biaya dari orang tua/wali siswa dengan alasan operasional. Hal ini tentu menimbulkan beragam masalah baru bagi sekolah dalam berbagai pengelolaan. Begitu pula kondisinya di SMP Negeri 3 Batang. Bapak Budi, selaku wakil kepala sekolah, menyatakan bahwa SMP Negeri 3 Batang mengalami kesulitan dengan perubahan pengelolaan dana tersebut, namun sekali lagi SMP Negeri 3 Batang tetap berupaya untuk memaksimalkan pelayanan meskipun dengan pendanaan yang terbatas. Tidak ada satu hal pun yang pengelolaannya berubah, apalagi dikurangi, meskipun dana untuk pengelolaannya mengalami perubahan.
Terakhir adalah aspek pemahaman guru terhadap kurikulum 2013. Aspek ini diantaranya meliputi pemahaman konsep pada kurikulum 2013, aspek penguasaan materi yang harus disampaikan, pemahaman pada standar isi kurikulum 2013, pemahaman tentang konsep penilaian, dan lain sebagainya. Berdasarkan observasi kami melalui pengamatan klasikal dan wawancara terhadap guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, kami dapat memperoleh kesimpulan bahwa guru belum begitu menguasai konsep pada kurikulum 2013. Ada pula masalah lain, guru masih bingung atau merasa kesulitan serta mengeluhkan tentang sistem penilaian yang dituntut oleh kurikulum 2013. Sebenarnya, masalah semacam ini tidak hanya dirasakan oleh para guru SMP Negeri 3 Batang saja, tetapi masih menjadi masalah umum di Indonesia. Alasannya, pemerintah kurang memberikan penyuluhan serta diklat untuk melatih pelaksanaan kurikulum 2013. Waktu yang diberikan pemerintah untuk pelatihan atau penyuluhan semacam itu masih sangat terbatas. Terlebih, tidak seluruh guru mendapatkan diklat, hanya beberapa guru yang ditunjuk pemerintah saja yang diberi kesempatan untuk mengikuti diklat. Namun, sesungguhnya Kemendikbud sudah berusaha mengurangi masalah tersebut dengan membuka klinik khusus agar para guru bisa berkonsultasi dengan LPTK tentang semua hal mengenai kurikulum 2013. SMP Negeri 3 Batang juga telah berupaya untuk mengurangi masalah semacam itu dengan melakukan MGMP tingkat sekolah dimana guru mata pelajaran berkumpul dan berdiskusi tentang kurikulum 2013 yang menyangkut di bidangnya.




DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar