Ini adalah pendekatan CLIL, yaitu pendekatan yang merupakan penggabungan
dari pendekatan bahasa dan isi. Pendekatan ini merupakan Paradigma
Pembelajaran Baru pada Kurikulum 2013.
1.1
Latar
Belakang
Kurikulum
2013 tercatat sebagai perubahan ketiga selama era reformasi. Bahasa Indonesia
merupakan salah satu mata pelajaran yang di sebut-sebut mengalami perombakan
total dalam Kurikulum 2013. Bila dalam Kurikulum 2006 mata pelajaran Bahasa
Indonesia lebih mengedepankan pada keterampilan berbahasa dan bersastra, maka
dalam Kurikulum 2013 ini Bahasa Indonesia di gunakan sebagai sarana untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar. Hal ini di latarbelakangi
oleh kenyataan bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat
rendah. Dari studi Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) tahun 2011, hanya 5 persen peserta didik Indonesia yang mampu
memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran, sedangkan sisanya 95 persen
hanya sampai pada level menengah, yaitu memecahkan persoalan yang bersifat
hafalan.
Angka
tersebut sangat memperihatinkan, maka kurikulum 2013 di harapkan mampu
meningkatkan presentase peserta didik di Indonesia yang mampu memecahkan
persoalan dengan pemikiran. Apabila angka tersebut dapat meningkat, maka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dapat menjadi negara maju dalam berbagai bidang.
Semua itu tentu saja tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, tetapi
butuh perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Kemampuan
dan keterampilan menalar yang sedang di kembangkan oleh kurikulum 2013 dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya bermanfaat untuk mata pelajaran
tersebut. Namun, bermanfaat juga untuk mata pelajaran Matematika, Fisika,
Biologi dan lain-lain.
Dalam
kurikulum 2013, penilaian di titik beratkan pada tiga aspek, yaitu afektif,
kognitif, dan psikomotorik masing-masing siswa. Penilaian tersebut sangat
berguna untuk peserta didik agar peserta didik tidak hanya memiliki kecerdasan
intelektual saja. Namun, peserta didik juga diharapkan memiliki kecerdasan
sikap dan perilaku agar peserta didik dapat terjun di masyarakat.
Dalam
kurikulum 2013 ini, peserta didik di harapkan mempunyai rasa ingin tahu yang
besar agar di dalam kegiatan pembelajaran terjadi komunikasi yang baik antara
peserta didik dengan guru. Selain peserta didik yang harus bersikap kritis,
guru juga harus mengetahui perkembangan peserta didiknya satu persatu. Salah
satu keberhasilan kurikulum 2013 antara lain komunikasi yang baik antara
peserta didik dengan guru. Guru juga harus menguasai materi-materi yang akan
disampaikan dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan yang mengakibatkan
peserta didik tidak dapat menguasai materi dengan jelas dan benar.
Kurikulum
2013 yang sedang berjalan saat ini membawa perubahan yang sangat besar di
segala bidang dan diharapkan dapat membawa bangsa ini kearah yang lebih maju
serta mencapai cita-cita bangsa ini yang terdapat pada pembukaan UUD’45.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian Pembelajaran Terpadu Bahasa dan Konten (Content and Language
Integrated Learning [CLIL])?
2. Bagaimana
latar belakang munculnya CLIL?
3. Apakah
kelebihan CLIL?
4. Bagaimanakah
karakteristik program CLIL yang efektif?
5. Apa
sajakah prinsip utama atau pelatihan guru CLIL (CLIP)?
6. Bagaimana
konsep kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia : KBK, Genre, CLIL?
7. Bagaimana
implementasi kurikulum 2013?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Pembelajaran
Terpadu Bahasa dan Konten (Content Language Integrated Learning [CLIL])
2.
Untuk memahami latar belakang munculnya
CLIL
3.
Untuk mengetahui kelebihan CLIL
4.
Untuk memahami karakteristik program
CLIL yang efektif
5.
Untuk mengetahui prinsip utama atau
pelatihan guru CLIL (CLIP)
6.
Untuk memahami konsep kurikulum 2013
mata pelajaran Bahasa Indonesia : KBK, Genre, CLIL
7.
Untuk memahami implementasi kurikulum
2013
1.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu
Bahasa dan Konten ( Content and Language Integrated Learning [CLIL] )
CLIL
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang memadukan pendekatan bahasa
dan isi, dimana bahasa kedua atau bahasa asing tidak hanya digunakan sebagai
bahasa dalam instruksi pembelajaran tetapi juga sebagai alat yang sangat
penting untuk membangun pengetahuan.
CLIL
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada materi (content) sekaligus bahasa (language) pengantar yang digunakan dalam
pembelajaran. Menurut Marsh, CLIL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada dua hal yaitu bahasa tambahan yang digunakan untuk belajar dan
mengajarkan materi sekaligus bahasa dengan tujuan mendorong penguasaan materi
dan bahasa menuju tingkatan – tingkatan tertentu. Jadi, CLIL sangat tepat
digunakan sebagai pendekatan pembelajaran di sekolah bilingual, yang
menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam pembelajarannya.
2.2 Latar Belakang Munculnya CLIL
Metode
CLIL didasari oleh teori psikologi Vygotsky. Vygotsky menekankan bagaimana
proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa,
sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana
anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah
terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Vygotsky
lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam
memudahkan perkembangan si anak. Scaffolding merupakan suatu istilah yang
ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome
Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak
melalui zona perkembangan proksimalnya. Scaffolding merupakan cara untuk
menjembatani siswa yang mampu tanpa bantuan dan siswa yang mampu dengan
bantuan. Guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam
istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan
proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD.
Secara
khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga
berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan
pembelajaran lewat penemuan individu (individual
discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif (cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.
Gagasan
tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh
teman sebaya (peer tutoring), yaitu
seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Matriks
CLIL merupakan hasil kerja Cummin (1984) yang merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur dan menganalisa hubungan tugas dengan tingkat kognitif dan bahan
ajar.
CLIL
dalam beberapa dekade telah dikembangkan di beberapa bagian di dunia, antara
lain adalah Eropa, Asia, Kanada dan Amerika Serikat. Di Kanada, program imersi
atau biasa disebut dengan program pembelajaran bahasa sudah sangat diakui.
Studi pada kemahiran Bahasa kedua oleh peneliti, guru, dan orang tua sepenuhnya
setuju bahwa program imersi di Kanada sangat efisiensi dan sukses. Pengajaran
diberikan pada bahasa target dari taman kanak – kanak atau mulai di beberapa
waktu selama sekolah dasar. Imersi awal dimulai tepat pada awal sekolah di TK
atau kelas 1, sedangkan imersi tunda tidak dimulai sampai tengah tahun sekolah
dasar (usia 9–10), dan akhir imersi setelah itu (usia 11–14). Sebuah perbedaan
penting antara program awal dan tunda atau akhir imersi adalah bahwa pelatihan
literasi bahasa kedua mendahului pelatihan literasi bahasa utama pada imersi
awal.
Di
Amerika Serikat, penggabungan konten dan bahasa memiliki tradisi yang panjang
baik dalam apa yang biasanya dikenal sebagai Pengajaran Berbasis Konten (Content – Based Intruction / CBI) atau
pada program pendidikan bilingual (Bilingual
Education/BE). CBI merupakan penggabungan konten tertentu dengan tujuan
pengajaran bahasa, pengajaran materi pelajaran akademik bersamaan dengan
keerampilan bahasa kedua (Brinton et al. 1989: 2). Sedangkan BE telah
didefinisikan sebagai sekolah yang disediakan sepenuhnya atau sebagian dalam
bahasa satu detik dengan objek yang bertujuan membuat siswa cakap berbahasa
kedua,sementara pada saat yang sama, memelihara dan mengembangkan kecakapan
mereka pada bahasa ibu dan sepenuhnya menjamin perkembangan pendidikan mereka
(Stern 1972 dikutip Swain 2000:199-212).
Di
Eropa mata pelajaran tertentu di kurikulum sudah diampaikan dalam bahasa asing
di sekolah tertentu selama beberapa dekade.pada 1995, Resolusi Dewan Eropa
mengacu pada promosi metode inovatif dan khususnya untuk ‘pengajaran kelas
dalam bahasa asing untuk disiplin ilmu selain bahasa, menggunakan pengajaran
bilingual’. Menurut laporan Komisi Eropa (2005) CLIL membantu untuk memastikan
pencapaian tujuan Uni Eropa di daerah pembelajaran bahasa dan memungkinkan
siswa untuk belajar mata pelajaran yang tidak terkait dengan bahasa dalam suatu
bahasa asing.
CLIL
dan bentuk pengajaran lainnya baik bilingual atau imersi berbagi segi- segi
umum tertentu. CLIL akan digunakan sebagai payung istilah untuk merujuk pada
program tersebut. BE juga akan digunakan untuk berbicara tentang program khusus
di Amerika Serikat dan di tempat lain.
2.3 Kelebihan CLIL
Penerapan
pendekatan CLIL dalam pembelajaran memiliki beberapa kelebihan, di antaranya
adalah seperti yang terdapat dalam Handbook
Universitas Cambridge (2010) yaitu :
(1) Mengembangkan
kepercayaan diri siswa
(2) Meningkatkan
keterampilan – keterampilan berkomunikasi siswa
(3) Mendorong
pemahaman antar kebudayaan dan nilai – nilai kemanusiaan siswa
(4) Meningkatkan
kepekaan siswa terhadap perbendaharaan kata, dan
(5) Meningkatkan
kecakapan bahasa siswa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan
menulis.
2.4 Karakteristik Program CLIL yang
Efektif
Marsh
(Coyle, 2008) mengemukakan bahwa karakteristik dari CLIL adalah memadukan
materi pelajaran non bahasa dengan bahasa pengantar asing dalam proses
pembelajaran dengan porsi yang sama, tidak hanya fokus dapa salah satu aspek
saja.
Naves
(2002) mengelompokkan karakteristik program CLIL yang sukses dalam 10 judul.
Berikut ini adalah versi yang direvisi dan diperbaharui, dalam literature yang
ada yang mengevaluasi berbasisi konten, bilingual, imersi dan program CLIL.
1) Rasa
Hormat dan Dukungan untuk Peserta Didik terhadap Bahasa Ibu
Penelitian
kemampuan bahasa kedua telah menunjukkan bahwa tingkat kecakapan bahasa ibu
memiliki pengaruh langsung pada pengembangan kecakapan bahasa kedua. Minimnya
perkembangan kelanjutan bahasa ibu telah ditemukan, dalam beberapa kasus untuk
menghambat kecakapan bahasa kedua dan pertumbuhan akademik kognitif. Asumsi
yang mendasari didasarkan pada penelitian empiris dan teoritis dari program –
program CLIL yaitu : di satu sisi, pengetahuan peserta didik diperoleh melalui
bahasa ibu mereka yang membantu membuat bahasa inggris yang mereka dengar dan
baca menjadi lebih mudah dipahami. Di sisi lain keaksaraan dikembangkan dengan
transfer bahasa ibu ke bahasa kedua.
Di
seluruh dunia ada kesepakatan bersama di antara peneliti yang ‘ mendukung lebih
untuk pengembangan bahasa ibu yang berhubungan positif dengan pencapaian
akademik jangka panjang yang lebih tinggi oleh siswa LEP.
Program
efektif CLIL mengakui dan mendukung bahasa ibu dan budaya peserta didik dengan
mengizinkan peserta didik untuk menggunakan bahasa ibu mereka pada tahap awal
dan juga menyediakan beberapa pengajaran akademik untuk peserta didik. Seni
bahasa (membaca, menulis, dll) diperkenalkan dalam bahasa ibu dan pada berbagai
tahap konten materi pelajaran yang diajarakan dalam bahasa mereka sendiri juga.
Collier (1995) menyampaikan empat syarat yang harus terpenuhi, jika inngin
Program CLIL dapat berjalan secara efektif, berikut adalah syarat – syaratnya :
(1) Lingkungan
sosial budaya yang mendukung
(2) Pengembangan
bahasa ibu siswa untuk tingkat kognitif yang lebih tinggi
(3) Pengembangan
kognitif yang berkelanjutan melalui pendidikan dengan menggunakan bahasa ibu,
dan
(4) Mengajar
bahasa target dengan tuntutan secara kognitif dengan tugas yang disesuaikan
konteksnya.
2) Guru
Multilungual dan Bilingual
Kebanyakan
guru bilingual, meskipun disebagian besar program mereka hanya menggunakan
bahasa target dalam pengajaran. Mereka bagaimanapun juga,menunjukkan pemahaman
mereka tentang peserta didik dengan merespon secara tepat dan mengulang
komentar peserta didik yang dibuat dalam bahasa ibu mereka.
IDRA
(2002) menemukan bahwa keberhasilan program BE, guru bertanggung jawab untuk BE
bilingual dan semua guru disekolah secara rutin menerima informasi tentang BE,
strategi ESI, dan karakteristik budayadan linguistik siswa.
Ketika
guru bilingual memiliki kesadaran, identitas etnis bersama, mereka cenderung
intuitif mengenali kebutuhan peserta didik bilingual mereka. Penemuan ini juga
menyatakan pentingnya memiliki guru bilingual, terutama mereka yang sadar
dengan identitas etnis bersama sebagai panutan bagi bahasa minoritas anak –
anak (Bustos Flores 2001).
3) Program
Pilihan Dua Bahasa Terpadu
Secara
historis BE dan program imersi yang paling efektif tampaknya berbagi tiga
karakteristik. Pertama, pilihan mereka. Kedua, mereka bertujuan untuk menambah
bilingualisme, kadang – kadang juga dikenal sebagai dua bahasa atau program
bilingual dua arah, yaitu mereka bertujuan membuat peserta didik sepenuhnya
berkompeten dalam setidaknya dua bahasa : bahasa ibu dan bahasa kedua. Ketiga,
mereka tidak menarik program, tidak memisahkan LEP dari kelas utama. Tak
diragukan lagi bahwa ada program lain yang efektif dan sukses yang tidak
bertujuan untuk menambah bilingualisme.
4) Staf
Pengajaran Jangka Panjang yang Stabil
Salah
satu faktor kunci keberhasilan dari program ini adalah dilakukan dalam jangka
panjang, yang berarti tidak hanya kelangsungan program tetapi juga stabilitas
Tim Pengajaran (Naves & Munoz 1999).
Dalam
sebuah penelitian, dapat disimpulkan bahwa siswa pada program pengajaran yang
Bahasa Inggris digunakan hanya 10 – 20 % dari seluruh waktu sama dengan program
siswa pada program yang Bahasa Inggris digunakan sekitar 50 % dari sepanjang
waktu, hasilnya sama baiknya pada tes kecakapan Bahasa Inggris.
Dibutuhkan
setidaknya tujuh tahun untuk pembelajar Bahasa kedua memfungsikannya dengan
tingkat kecakapan Bahasa Inggris yang memadai dalam konteks akademik, sebuah
periode waktu yang kritis tidak diperbolehkan oleh kebijakan pendidikan saat
ini disebuah negara.
5) Pentingnya
Keterlibatan Orang Tua
Orang
tua memainkan peran penting dalam membangun
dan mempertahankan CLIL. Beberapa program imersi dan BE yang paling
efektif pada awalnya didirikan karena ketertarikan orang tua yang kuat untuk
memperkaya pendidikan bahasa dan budaya anak–anak mereka. Partisispasi keluarga
dua kali lipat dari prediksi pembelajaran akademik seperti dalam status sosial
ekonomi keluarga.
Keterlibatanorang
tua sangat penting untuk keberhasilan program bilingual karena orang tua adalah
sumber daya, baik untuk anak – anak mereka maupun personil sekolah. Mereka
bertindak sebagai komunikator, penerjemah, ahli budaya, dan sebagainya. Administrator
harus melibatkan orang tua dalam proses pengambilan keputusan dan mendorong
mereka untuk berpartisispasi dalam kegiatan pengayaan, keaksaraan, dalam bahasa
apapun, dengan anak – anak mereka.
IDRA
(2002) menemukan bahwa dalam sekolah BE yang sukses, semua orang tua mengetahui
alasan dan komponen–komponen penting dari program bilingual dan ESL serta
pendukung yang kuat dari program BE.
6) Upaya
Bersama dari Semua Pihak yang Terlibat
Program
efektif CLIL memerlukan upaya bersama dari semua pihak yang terlibat : otoritas
pendidikan, orang tua dan guru di kabupaten dan tingkat sekolah secara aktif
terlibat dalam perencanaan kebijakan untuk mengimplementasikan program dan
sarana yang berkelanjutan (Naves & Munoz 1999).
Merancang
dan melaksanakan proyek CLIL bukanlah tugas yang mudah. Hal itu membutuhkan
upaya bersama otoritas pendidikan, koordinator dewan sekolah, dan juga guru
CLIL. Profil ideal dari seorang guru CLIL dilihat dari sekolah dasar dan
menengah gurunya, dan bagaimana tidak stabilnya staf sekolah dikarenakan
tingginya mobilitas guru. Kebutuhan proyek CLIL yang tahan lama dimana untuk
merencanakan dengan sesuai mana konten mata pelajaran yang akan diajarakan
dengan bahasa tersebut. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suksesnya dan
bertahannya proyek CLIL, otoritas pendidikan harus menyediakan sarana dan
prasarana pengajaran dimana guru sekolah dapat bekerja (Naves & Munoz 1999).
7) Pelatihan
dan Profil Guru
Kualitas
guru dan kualitas kepala sekolah adalah dua faktor yang paling penting untuk
menentukan efektivitas sekolah dan akhirnya pada prestasi siswa (Clewell &
Campbell 2004).
IDRA
(2002) menemukan bahwa keberhasilan program BE sepenuhnya dipercayai bahwa guru
bilingual dan ESL melakukan latihan terus menerus dalam praktek – praktek
terbaik di BE dan ESL. Selain itu, staf dipilih berdasarkan latar belakang
akademis mereka, pengalaman dalam pendidikan bilingual dan kecakapan bahasa.
Mereka juga dipilih karena antusiasme mereka, komitmen dan keterbukaan terhadap
perubahan dan inovasi.
Montague
(1997) mencatat bahwa aspek yang paling penting dari setiap program pendidikan
multibahasa adalah pelatihan guru dalam aspek penguasaan bahasa pedagogik dan
teoretis.
8) Penilaian
dan Harapan yang Tinggi
Harapan
sekolah–sekolah yang berhasil diterbitkan dan disebarluaskan kepada komunitas
sekolah yang menciptakan visi dan menetapkan tujuan yang menjelaskan tingkat
pencapaian semua siswa. ‘ Staf, orang tua dan siswa, termasuk orang tua dan
siswa bahasa minoritas, dapat menyatakan tujuan sekolah dalam kata – kata mereka
sendiri’ (Robledo & Cortez 2002 ; Robledo & Goodman 2002).
Penelitian
telah menunjukkan bahwa guru dan pemimpin sekolah membuat perbedaan dalam
pendidikan siswa (Robledo & Cortez 2002). Sebagai contoh, studi penilaian
nilai tambah di Tennessee telah menunjukkan bahwa siswa yang memiliki guru–guru
berkualita tinggi selama mencapai tiga tahun, rata–rata lebih 50 poin persentil
pada tes standar dibanding mereka yang memiliki guru–guru berkualitas rendah
(Sanders & Rivers 1996).
9) Materi
Oakes
(2002) berpendapat bahwaada hubungan yang jelas antara materi yang tepat dan
kurikulum serta hasil akademik siswa. Peserta didik CLIL perlu materi yang
tepat untuk belajar Bahasa Inggris dan kontennya.
2.5 Prinsip Utama atau Pelatihan Guru
CLIL (CLIP)
Program
pelatihan CLIP diadakan bagi guru CLIL di sekolah Pendidikan Nottingham. Secara
keseluruhan, pelatihan tersebut didasarkan pada prinsip utama dari CLIL,yaitu
4C yang meliputi Content, Cognition, Communication dan Culture. Keempat
komponen tersebut dalam pembelajaran dijelaskan sebagai berikut :
(1) Content
(Materi)
Content dalam hal ini
adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman materi. Penyampaian materi
dilakukan oleh guru saat menjelaskan materi maupun saat mengevaluasi hasil
praktikum dan Running dictation.
(2) Communication
(komunikasi)
Communication
dalam hal ini adalah meningkatkan keterampilan siswa menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi siswa diasah ketika diskusi hasil
praktikum dan Running dictation.
(3) Cognition
(kognisi)
Cognisi
dalam hal ini adalah mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Keterampilan
berpikir siswa dikembangkan melalui kegiatan praktikum, diskusi kelompok, dan Running dictation. Kegiatan praktikum
meliputi ordering (menulis data) dan dividing (membagi kelas ke kelompok
kecil). Diskusi kelompok meliputi evaluating
(memberikan pendapat). Running direction
meliputi defining (menerjemahkan) dan
remembering (mengeja, mnyampaikan dan
mengingat kembali).
(4) Culture
(kebudayaan)
Culture
dalam hal ini adalah meningkatkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri dan
orang lain sehingga muncul sikap peduli dan tanggung jawab.
2.6 Konsep kurikulum 2013 Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia : KBK, Genre, CLIL
Kompetensi
berbahasa (khususnya menulis dan berbicara) pada kurikulum berbasis kompetensi
lebih difokuskan pada tujuan dan fungsi komunikasi. Kelancaran komunikasi
ternyata tidak serta merta jika siswa dilatih banyak–banyak berkomunikasi
secara langsung, khusunya pada persoalan ketepatan secara retorik dan
lingusitik. Komunikasi apapun ternyata berbentuk teks secara utuh dan memiliki
kekhasan tertentu. Pengajaran bahasa kini bergerak ke arah pengajaran genre
dalam berbagai konteks secara eksplisit, suatu upaya penyadaran agar siswa
mengenal ciri–ciri tekstual dan linguistik yang membangun dan membentuk teks.
Para pakar bidang IPA tidak setuju jika
IPA di SD (kelas 1 hingga kelas 6) dimasukkan ke dalam Mapel Bahasa Indonesia.
Dialog tentang hal tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa integrasi IPA/IPS
dan Bahasa Indonesia pada kelas 1, 2, dan 3 SD.
Pengajaran bahasa kini bergerak ke arah
pengajaran genre dalam berbagai konteks secara eksplisit, suatu penyadaran agar
siswa mengenal cirri-ciri tekstual dan linguistic yang membangun dan membentuk
teks. Dalam kaitan ini Australia menjadi pendahulu memperkenalkan pedagogi
berbasis genre (genre-based pedagogy)
di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya (Rothery 1996; Christie 1999;
Macken-Horarik 2001). Pedagogi berbasis-genre memandang bahasa sebagai suatu
sistem dinamis terbuka, pengetahuan tentang bahasa diajarkan secara eksplisit;
dan genre (tipe teks) digunakan sebagai titik awal untuk pemodelan,
pendekonstruksian, dan pemahaman bahasa (Martin 1999).
Pendekatan berbasis-genre didasarkan
pada teori bahasa sistemik fungsional yang dikembangkan Halliday (1978, 1994),
yang kemudian dikembangkan lebih lanjut antara lain oleh Martin (1992),
Christie (1999), dan Macken-Horarik (2001). Pendekatan ini didasarkan pada
siklus belajar-mengajar yang menonjolkan strategi pemodelan teks dan membangun
teks secara bersama-sama (joint construction) sebelum membuat teks secara
mandiri. Siklus yang dikembangkan Rothery (1996) mencakup: (1) pemodelan teks (modeling a text), konstruksi bersama (joint construction of a text), dan
konstruksi mandiri (independent construction
of a text).
Firkins, Forey, dan Sengupta (2007)
mengembangkan siklus Rothery dengan modifikasi penjenjangan yang mencakup: (1)
pengembangan kesadaran kontekstual dan metakognitif (schema building), misalnya menggali pengalaman siswa; (2) penggunaan
teks otentik sebagai model; (2) pengenalan dan pernyataan kembali metawacana;
(3) penghubungan teks (intertekstualitas) dengan secara gambling mendiskusikan
persamaan yang ditemukan dalam suatu genre, misalnya tipe leksiko-gramatikal
yang biasanya ditemukan dalam teks prosedural.
Bank Dunia (1995) mencatat bahwa
mayoritas masyarakat dunia saat ini adalah bilingual atau multilingual.
Sayangnya, pengajaran bahasa yang membina selain bahasa ibu, yaitu bahasa kedua
dan bahasa asing, mengalami hasil yang kurang menggembirakan menurut hasil
survei Eurobarometer (komisi Eropa) pada tahun 2005. Untuk mengatasi hal
terebut program pengajaran bahasa kemudian beralih lebih serius kepada CLIL.
Nama lain CLIL yang cukup lama dikenal
adalah pengajaran bahasa berbasis tugas (task-based
learning and teaching), program “pencelupan” di Kanada dan Eropa, program
bahwa CLIL merupakan perkembangan yang lebih realistis dari pengajaran bahasa
komunikatif yang mengembangkan kompetensi komunikatif. Jadi bisa diduga bahwa
arah perkembangan selanjutnya dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (2006) adalah
kurikulum yang berdasar pada CLIL. Ini lah yang menjadi rujukan utama Kurikulum
2013.
Keberhasilan CLIL (yang mengintegrasikan
isi dan bahasa) di Eropa, As, dan Kanada didasarkan pada hasil penelitian
pemerolehan bahasa kedua (Krashen (1982), Lightbown and Spada (2006), Swain
(2000), Yolanda Ruiz de Zarobe, Rosa Maria Jimenez Catalan (2009), Jonathan
Savage (2011).Hasil penelitian menunjukkan bahwa CLIL menciptakan kondisi
alamiah dalam belajar bahasa, memberikan tujuan yang jelas penggunaan bahasa di
kelas, berdampak positif karena lebih menekankan makna daripada bentuk, dan
secara drastic meningkatkan jumlah pemajanan bahasa sasaran. Yang menonjol dari
keempat hasil penelitian ini adalah bahwa pwngajaran bahasa dalam CLIL berfokus
pada makna bahasa daripada bentuk bahasa.
Istilah tematik-integratif dalam
Kurikulum 2013 merupakan perwujudan penerapan CLIL. Coyle (2006, 2007)
mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content, communication, cognition,
culture (community/citizenship).
University of Cambridge menerbitkan panduan kurikulum bahasa inggris yang
bertajuk Teaching Science through
English—a CLILApproach. Communication berkaitan dengan bahasa jenis apa
yang digunakan (misalnya membandingkan, melaporkan). Cognition berkaitan dengan keterampilan berpikir apa yang dituntut
berkenaan dengan topik (misalnya mengidentifikasi, mengklasifikasi). Culture berkaitan dengan muatan lokal
lingkungan sekitar yang berkaitan dengan topik, misalnya kekhasan tumbuhan yang
ada di wilayah tempat siswa belajar, termasuk juga persoalan karakter dan sikap
berbahasa. CLIL sekarang ini juga dilihat sebagai cara untuk mencapai ‘mother
tongue +2’ multilingualism (Zarobe 2009).
Kurikulum hanya berisi seperangkat tujuan yang
ingin dicapai. Pengimplementasian kurikulum agar mudah dilaksanakan didahului
oleh pengembangan silabus. Desain suatu silabus terkait erat dengan pandangan
hakikat bahasa dan hakikat belajar bahasa yang mendasari pembuatan kurikulum.
Silabus yang terkait dengan pendekatan komunikatif yang dikenal sebagai versi
silabus yang lebih menekankan kepada kompetensi berbahasa untuk tujuan
komunikasi dalam arti luas adalah silabus fungsional (functional),
silabus berbasis kompetensi (competency-based), berbasis teks (text-based), dan silabus berbasis tugas (task-based),
berbasis CLIL.
Karakteristik silabus yang sesuai Kurikulum 2013:
(1) silabus dikembangkan berdasarkan KI dan KD; (2) silabus disusun dengan
melaksanakan identifikasi, yaitu mengelompokkan kompetensi dasar yang memiliki
keterkaitan erat ke dalam satu kelompok atau satu unit pembelajaran; (3)
pengelompokkan (klasifikasi)ini sekaligus membentuk tipe silabus yang berbasis
kompetensi-genre-CLIL; (4) unit pembelajaran tersusun (sekuensi) dengan
pertimbangan tingkat kesulitan, variasi, kompetensi (mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, bahasa/sastra), pre-requiste, dan momen; (5) struktur silabus
terdiri atas tujuan (kompetensi dasar dan indikator), prosedur pengembangan
kompetensi, sumber dan sarana pembelajaran; dan penilaian kompetensi; dan
penilaian kompetensi; (6) sebagai dasar penyusunan RPP dan bahan ajar yans
sesuai dengan Kurikulum 2013.
Silabus bersifat interpretatif. Silabus bykanlah
sekedar kumpulan KD namun sudah merupakan urutan yang direncanakan secara
sistematis, logis, dan aplikatif. Kegiatan pengembangan silabus secara prinsip
mencakup dua kegiatan utama, yaitu klasifikasi dan sekuensi. Kegiatan
klasifikasi dan sekuensi dimulai dari analisis Kd. Jika satu KD dianggap
sebagai satu kegiatan belajar maka dapat diklasifikasi sebagai berikut: 2
(kognitif, psikomotor) x genre (6 jenis teks) x 2 (lisan, tulisan) x 3 (tipe
genre komunikasi umum, jurnalistik, sastra) x 4 (jumlah KD dalam KI) = 288
kegiatan belajar. Kegiatan belajar ini juga ditambah dengan persoalan sikap
(Kisikap religius dan sikap sosial) yang dibungkus dalam satu kemasan tematik
yang kontekstual dan logis serta bermuatan pesan khusus yang berguna bagi moral
dan karakter bangsa. Semua ini diwadahi dalam berbagai kegiatan belajar, tugas
dan latihan, dan juga pilihan teks yang relevan.
Bahan ajar yang sesuai dengan karakter Kurikulum
2013 adalah bahan ajar yang memungkinkan siswa berekspresi secara bebas dan
kreatif melalui pilihan tugas dan teks yang bersifat aktual dan baru (new information). Konsep 4C (content,
communication, cognition, culture)
dapat menjadi acuan pemilihan bahan ajar. Jika ketiga unsur C tersebut kurang
terbina maka dikhawatirkan pembinaan Bahasa Indonesia sebagai wahana ilmu
pengetahuan akan terabaikan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam
Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia di gunakan sebagai sarana untuk mengembangkan
kemampuan dan keterampilan menalar. Hal ini di latarbelakangi oleh kenyataan
bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Dalam
kurikulum 2013 ini, peserta didik di harapkan mempunyai rasa ingin tahu yang
besar agar di dalam kegiatan pembelajaran terjadi komunikasi yang baik antara
peserta didik dengan guru. Dalam hal ini CLIL merupakan salah
satu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran Bahasa Indonesia
pada Kurikulum 2013, karena CLIL memadukan pendekatan bahasa dan isi, dimana
bahasa kedua atau bahasa asing tidak hanya digunakan sebagai bahasa dalam
instruksi pembelajaran tetapi juga sebagai alat yang sangat penting untuk
membangun pengetahuan. CLIL sangat bermanfaat untuk mengembangkan kepercayaan
diri siswa,meningkatkan keterampilan–keterampilan berkomunikasi siswa, mendorong
pemahaman antar kebudayaan dan nilai–nilai kemanusiaan siswa, Meningkatkan
kepekaan siswa terhadap perbendaharaan kata, dan meningkatkan kecakapan bahasa
siswa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
3.2 Saran
CLIL
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang tepat dalam menerapkan pengajaran
Bahasa Indonesia di kelas sesuai dengan kurikulum 2013. Jadi, guru sebagai
pemberi materi pembelajaran bahasa akan lebih jika memperkaya pendekatan
pembelajarannya dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan aspek-aspek
dalam kurikulum 2013, salah satunya dengan menggunakan pendekatan CLIL.
Kak, materinya bagus dan rapi. Boleh minta daftar pustakanya Kak?
BalasHapusKak, materinya bagus dan rapi. Boleh minta daftar pustakanya Kak?
BalasHapusBoleh minta daftar pustakanya
BalasHapusDaftar pustakanya kak
BalasHapus