Rabu, 03 Desember 2014

Pendekatan CLIL : Paradigma Pembelajaran Baru Kurikulum 2013

Ini adalah pendekatan CLIL, yaitu pendekatan yang merupakan penggabungan dari pendekatan bahasa dan isi. Pendekatan ini merupakan Paradigma Pembelajaran Baru pada Kurikulum 2013.

1.1    Latar Belakang

Kurikulum 2013 tercatat sebagai perubahan ketiga selama era reformasi. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang di sebut-sebut mengalami perombakan total dalam Kurikulum 2013. Bila dalam Kurikulum 2006 mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih mengedepankan pada keterampilan berbahasa dan bersastra, maka dalam Kurikulum 2013 ini Bahasa Indonesia di gunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar. Hal ini di latarbelakangi oleh kenyataan bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Dari studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, hanya 5 persen peserta didik Indonesia yang mampu memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran, sedangkan sisanya 95 persen hanya sampai pada level menengah, yaitu memecahkan persoalan yang bersifat hafalan.
Angka tersebut sangat memperihatinkan, maka kurikulum 2013 di harapkan mampu meningkatkan presentase peserta didik di Indonesia yang mampu memecahkan persoalan dengan pemikiran. Apabila angka tersebut dapat meningkat, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menjadi negara maju dalam berbagai bidang. Semua itu tentu saja tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, tetapi butuh perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Kemampuan dan keterampilan menalar yang sedang di kembangkan oleh kurikulum 2013 dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya bermanfaat untuk mata pelajaran tersebut. Namun, bermanfaat juga untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Biologi dan lain-lain.
Dalam kurikulum 2013, penilaian di titik beratkan pada tiga aspek, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotorik masing-masing siswa. Penilaian tersebut sangat berguna untuk peserta didik agar peserta didik tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja. Namun, peserta didik juga diharapkan memiliki kecerdasan sikap dan perilaku agar peserta didik dapat terjun di masyarakat.
Dalam kurikulum 2013 ini, peserta didik di harapkan mempunyai rasa ingin tahu yang besar agar di dalam kegiatan pembelajaran terjadi komunikasi yang baik antara peserta didik dengan guru. Selain peserta didik yang harus bersikap kritis, guru juga harus mengetahui perkembangan peserta didiknya satu persatu. Salah satu keberhasilan kurikulum 2013 antara lain komunikasi yang baik antara peserta didik dengan guru. Guru juga harus menguasai materi-materi yang akan disampaikan dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan yang mengakibatkan peserta didik tidak dapat menguasai materi dengan jelas dan benar.
Kurikulum 2013 yang sedang berjalan saat ini membawa perubahan yang sangat besar di segala bidang dan diharapkan dapat membawa bangsa ini kearah yang lebih maju serta mencapai cita-cita bangsa ini yang terdapat pada pembukaan UUD’45.

1.2    Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian Pembelajaran Terpadu Bahasa dan Konten (Content and Language Integrated Learning [CLIL])?
2.      Bagaimana latar belakang munculnya CLIL?
3.      Apakah kelebihan CLIL?
4.      Bagaimanakah karakteristik program CLIL yang efektif?
5.      Apa sajakah prinsip utama atau pelatihan guru CLIL (CLIP)?
6.      Bagaimana konsep kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia : KBK, Genre, CLIL?
7.      Bagaimana implementasi kurikulum 2013?

1.3    Tujuan

1.        Untuk mengetahui pengertian Pembelajaran Terpadu Bahasa dan Konten (Content Language Integrated Learning [CLIL])
2.        Untuk memahami latar belakang munculnya CLIL
3.        Untuk mengetahui kelebihan CLIL
4.        Untuk memahami karakteristik program CLIL yang efektif
5.        Untuk mengetahui prinsip utama atau pelatihan guru CLIL (CLIP)
6.        Untuk memahami konsep kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia : KBK, Genre, CLIL
7.        Untuk memahami implementasi kurikulum 2013



1.4               
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Pembelajaran Terpadu Bahasa dan Konten ( Content and Language Integrated Learning [CLIL] )

CLIL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang memadukan pendekatan bahasa dan isi, dimana bahasa kedua atau bahasa asing tidak hanya digunakan sebagai bahasa dalam instruksi pembelajaran tetapi juga sebagai alat yang sangat penting untuk membangun pengetahuan.
CLIL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada materi (content) sekaligus bahasa (language) pengantar yang digunakan dalam pembelajaran. Menurut Marsh, CLIL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada dua hal yaitu bahasa tambahan yang digunakan untuk belajar dan mengajarkan materi sekaligus bahasa dengan tujuan mendorong penguasaan materi dan bahasa menuju tingkatan – tingkatan tertentu. Jadi, CLIL sangat tepat digunakan sebagai pendekatan pembelajaran di sekolah bilingual, yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam pembelajarannya.

2.2  Latar Belakang Munculnya CLIL

Metode CLIL didasari oleh teori psikologi Vygotsky. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya. Scaffolding merupakan cara untuk menjembatani siswa yang mampu tanpa bantuan dan siswa yang mampu dengan bantuan. Guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui  ZPD.
Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif (cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.
Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Matriks CLIL merupakan hasil kerja Cummin (1984) yang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa hubungan tugas dengan tingkat kognitif dan bahan ajar.
CLIL dalam beberapa dekade telah dikembangkan di beberapa bagian di dunia, antara lain adalah Eropa, Asia, Kanada dan Amerika Serikat. Di Kanada, program imersi atau biasa disebut dengan program pembelajaran bahasa sudah sangat diakui. Studi pada kemahiran Bahasa kedua oleh peneliti, guru, dan orang tua sepenuhnya setuju bahwa program imersi di Kanada sangat efisiensi dan sukses. Pengajaran diberikan pada bahasa target dari taman kanak – kanak atau mulai di beberapa waktu selama sekolah dasar. Imersi awal dimulai tepat pada awal sekolah di TK atau kelas 1, sedangkan imersi tunda tidak dimulai sampai tengah tahun sekolah dasar (usia 9–10), dan akhir imersi setelah itu (usia 11–14). Sebuah perbedaan penting antara program awal dan tunda atau akhir imersi adalah bahwa pelatihan literasi bahasa kedua mendahului pelatihan literasi bahasa utama pada imersi awal.
Di Amerika Serikat, penggabungan konten dan bahasa memiliki tradisi yang panjang baik dalam apa yang biasanya dikenal sebagai Pengajaran Berbasis Konten (Content – Based Intruction / CBI) atau pada program pendidikan bilingual (Bilingual Education/BE). CBI merupakan penggabungan konten tertentu dengan tujuan pengajaran bahasa, pengajaran materi pelajaran akademik bersamaan dengan keerampilan bahasa kedua (Brinton et al. 1989: 2). Sedangkan BE telah didefinisikan sebagai sekolah yang disediakan sepenuhnya atau sebagian dalam bahasa satu detik dengan objek yang bertujuan membuat siswa cakap berbahasa kedua,sementara pada saat yang sama, memelihara dan mengembangkan kecakapan mereka pada bahasa ibu dan sepenuhnya menjamin perkembangan pendidikan mereka (Stern 1972 dikutip Swain 2000:199-212).
Di Eropa mata pelajaran tertentu di kurikulum sudah diampaikan dalam bahasa asing di sekolah tertentu selama beberapa dekade.pada 1995, Resolusi Dewan Eropa mengacu pada promosi metode inovatif dan khususnya untuk ‘pengajaran kelas dalam bahasa asing untuk disiplin ilmu selain bahasa, menggunakan pengajaran bilingual’. Menurut laporan Komisi Eropa (2005) CLIL membantu untuk memastikan pencapaian tujuan Uni Eropa di daerah pembelajaran bahasa dan memungkinkan siswa untuk belajar mata pelajaran yang tidak terkait dengan bahasa dalam suatu bahasa asing.
CLIL dan bentuk pengajaran lainnya baik bilingual atau imersi berbagi segi- segi umum tertentu. CLIL akan digunakan sebagai payung istilah untuk merujuk pada program tersebut. BE juga akan digunakan untuk berbicara tentang program khusus di Amerika Serikat dan di tempat lain.

2.3  Kelebihan CLIL

Penerapan pendekatan CLIL dalam pembelajaran memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah seperti yang terdapat dalam Handbook Universitas Cambridge (2010) yaitu :
(1)   Mengembangkan kepercayaan diri siswa
(2)   Meningkatkan keterampilan – keterampilan berkomunikasi siswa
(3)   Mendorong pemahaman antar kebudayaan dan nilai – nilai kemanusiaan siswa
(4)   Meningkatkan kepekaan siswa terhadap perbendaharaan kata, dan
(5)   Meningkatkan kecakapan bahasa siswa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

2.4  Karakteristik Program CLIL yang Efektif

Marsh (Coyle, 2008) mengemukakan bahwa karakteristik dari CLIL adalah memadukan materi pelajaran non bahasa dengan bahasa pengantar asing dalam proses pembelajaran dengan porsi yang sama, tidak hanya fokus dapa salah satu aspek saja.
Naves (2002) mengelompokkan karakteristik program CLIL yang sukses dalam 10 judul. Berikut ini adalah versi yang direvisi dan diperbaharui, dalam literature yang ada yang mengevaluasi berbasisi konten, bilingual, imersi dan program CLIL.
1)      Rasa Hormat dan Dukungan untuk Peserta Didik terhadap Bahasa Ibu
Penelitian kemampuan bahasa kedua telah menunjukkan bahwa tingkat kecakapan bahasa ibu memiliki pengaruh langsung pada pengembangan kecakapan bahasa kedua. Minimnya perkembangan kelanjutan bahasa ibu telah ditemukan, dalam beberapa kasus untuk menghambat kecakapan bahasa kedua dan pertumbuhan akademik kognitif. Asumsi yang mendasari didasarkan pada penelitian empiris dan teoritis dari program – program CLIL yaitu : di satu sisi, pengetahuan peserta didik diperoleh melalui bahasa ibu mereka yang membantu membuat bahasa inggris yang mereka dengar dan baca menjadi lebih mudah dipahami. Di sisi lain keaksaraan dikembangkan dengan transfer bahasa ibu ke bahasa kedua.
Di seluruh dunia ada kesepakatan bersama di antara peneliti yang ‘ mendukung lebih untuk pengembangan bahasa ibu yang berhubungan positif dengan pencapaian akademik jangka panjang yang lebih tinggi oleh siswa LEP.
Program efektif CLIL mengakui dan mendukung bahasa ibu dan budaya peserta didik dengan mengizinkan peserta didik untuk menggunakan bahasa ibu mereka pada tahap awal dan juga menyediakan beberapa pengajaran akademik untuk peserta didik. Seni bahasa (membaca, menulis, dll) diperkenalkan dalam bahasa ibu dan pada berbagai tahap konten materi pelajaran yang diajarakan dalam bahasa mereka sendiri juga. Collier (1995) menyampaikan empat syarat yang harus terpenuhi, jika inngin Program CLIL dapat berjalan secara efektif, berikut adalah syarat – syaratnya :
(1)   Lingkungan sosial budaya yang mendukung
(2)   Pengembangan bahasa ibu siswa untuk tingkat kognitif yang lebih tinggi
(3)   Pengembangan kognitif yang berkelanjutan melalui pendidikan dengan menggunakan bahasa ibu, dan
(4)   Mengajar bahasa target dengan tuntutan secara kognitif dengan tugas yang disesuaikan konteksnya.
2)      Guru Multilungual dan Bilingual
Kebanyakan guru bilingual, meskipun disebagian besar program mereka hanya menggunakan bahasa target dalam pengajaran. Mereka bagaimanapun juga,menunjukkan pemahaman mereka tentang peserta didik dengan merespon secara tepat dan mengulang komentar peserta didik yang dibuat dalam bahasa ibu mereka.
IDRA (2002) menemukan bahwa keberhasilan program BE, guru bertanggung jawab untuk BE bilingual dan semua guru disekolah secara rutin menerima informasi tentang BE, strategi ESI, dan karakteristik budayadan linguistik siswa.
Ketika guru bilingual memiliki kesadaran, identitas etnis bersama, mereka cenderung intuitif mengenali kebutuhan peserta didik bilingual mereka. Penemuan ini juga menyatakan pentingnya memiliki guru bilingual, terutama mereka yang sadar dengan identitas etnis bersama sebagai panutan bagi bahasa minoritas anak – anak (Bustos Flores 2001).
3)      Program Pilihan Dua Bahasa Terpadu
Secara historis BE dan program imersi yang paling efektif tampaknya berbagi tiga karakteristik. Pertama, pilihan mereka. Kedua, mereka bertujuan untuk menambah bilingualisme, kadang – kadang juga dikenal sebagai dua bahasa atau program bilingual dua arah, yaitu mereka bertujuan membuat peserta didik sepenuhnya berkompeten dalam setidaknya dua bahasa : bahasa ibu dan bahasa kedua. Ketiga, mereka tidak menarik program, tidak memisahkan LEP dari kelas utama. Tak diragukan lagi bahwa ada program lain yang efektif dan sukses yang tidak bertujuan untuk menambah bilingualisme.
4)      Staf Pengajaran Jangka Panjang yang Stabil
Salah satu faktor kunci keberhasilan dari program ini adalah dilakukan dalam jangka panjang, yang berarti tidak hanya kelangsungan program tetapi juga stabilitas Tim Pengajaran (Naves & Munoz 1999).
Dalam sebuah penelitian, dapat disimpulkan bahwa siswa pada program pengajaran yang Bahasa Inggris digunakan hanya 10 – 20 % dari seluruh waktu sama dengan program siswa pada program yang Bahasa Inggris digunakan sekitar 50 % dari sepanjang waktu, hasilnya sama baiknya pada tes kecakapan Bahasa Inggris.
Dibutuhkan setidaknya tujuh tahun untuk pembelajar Bahasa kedua memfungsikannya dengan tingkat kecakapan Bahasa Inggris yang memadai dalam konteks akademik, sebuah periode waktu yang kritis tidak diperbolehkan oleh kebijakan pendidikan saat ini disebuah negara.
5)      Pentingnya Keterlibatan Orang Tua
Orang tua memainkan peran penting dalam membangun  dan mempertahankan CLIL. Beberapa program imersi dan BE yang paling efektif pada awalnya didirikan karena ketertarikan orang tua yang kuat untuk memperkaya pendidikan bahasa dan budaya anak–anak mereka. Partisispasi keluarga dua kali lipat dari prediksi pembelajaran akademik seperti dalam status sosial ekonomi keluarga.
Keterlibatanorang tua sangat penting untuk keberhasilan program bilingual karena orang tua adalah sumber daya, baik untuk anak – anak mereka maupun personil sekolah. Mereka bertindak sebagai komunikator, penerjemah, ahli budaya, dan sebagainya. Administrator harus melibatkan orang tua dalam proses pengambilan keputusan dan mendorong mereka untuk berpartisispasi dalam kegiatan pengayaan, keaksaraan, dalam bahasa apapun, dengan anak – anak mereka.
IDRA (2002) menemukan bahwa dalam sekolah BE yang sukses, semua orang tua mengetahui alasan dan komponen–komponen penting dari program bilingual dan ESL serta pendukung yang kuat dari program BE.

6)      Upaya Bersama dari Semua Pihak yang Terlibat
Program efektif CLIL memerlukan upaya bersama dari semua pihak yang terlibat : otoritas pendidikan, orang tua dan guru di kabupaten dan tingkat sekolah secara aktif terlibat dalam perencanaan kebijakan untuk mengimplementasikan program dan sarana yang berkelanjutan (Naves & Munoz 1999).
Merancang dan melaksanakan proyek CLIL bukanlah tugas yang mudah. Hal itu membutuhkan upaya bersama otoritas pendidikan, koordinator dewan sekolah, dan juga guru CLIL. Profil ideal dari seorang guru CLIL dilihat dari sekolah dasar dan menengah gurunya, dan bagaimana tidak stabilnya staf sekolah dikarenakan tingginya mobilitas guru. Kebutuhan proyek CLIL yang tahan lama dimana untuk merencanakan dengan sesuai mana konten mata pelajaran yang akan diajarakan dengan bahasa tersebut. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suksesnya dan bertahannya proyek CLIL, otoritas pendidikan harus menyediakan sarana dan prasarana pengajaran dimana guru sekolah dapat bekerja (Naves & Munoz 1999).
7)      Pelatihan dan Profil Guru
Kualitas guru dan kualitas kepala sekolah adalah dua faktor yang paling penting untuk menentukan efektivitas sekolah dan akhirnya pada prestasi siswa (Clewell & Campbell 2004).
IDRA (2002) menemukan bahwa keberhasilan program BE sepenuhnya dipercayai bahwa guru bilingual dan ESL melakukan latihan terus menerus dalam praktek – praktek terbaik di BE dan ESL. Selain itu, staf dipilih berdasarkan latar belakang akademis mereka, pengalaman dalam pendidikan bilingual dan kecakapan bahasa. Mereka juga dipilih karena antusiasme mereka, komitmen dan keterbukaan terhadap perubahan dan inovasi.
Montague (1997) mencatat bahwa aspek yang paling penting dari setiap program pendidikan multibahasa adalah pelatihan guru dalam aspek penguasaan bahasa pedagogik dan teoretis.
8)      Penilaian dan Harapan yang Tinggi
Harapan sekolah–sekolah yang berhasil diterbitkan dan disebarluaskan kepada komunitas sekolah yang menciptakan visi dan menetapkan tujuan yang menjelaskan tingkat pencapaian semua siswa. ‘ Staf, orang tua dan siswa, termasuk orang tua dan siswa bahasa minoritas, dapat menyatakan tujuan sekolah dalam kata – kata mereka sendiri’ (Robledo & Cortez 2002 ; Robledo & Goodman 2002).
Penelitian telah menunjukkan bahwa guru dan pemimpin sekolah membuat perbedaan dalam pendidikan siswa (Robledo & Cortez 2002). Sebagai contoh, studi penilaian nilai tambah di Tennessee telah menunjukkan bahwa siswa yang memiliki guru–guru berkualita tinggi selama mencapai tiga tahun, rata–rata lebih 50 poin persentil pada tes standar dibanding mereka yang memiliki guru–guru berkualitas rendah (Sanders & Rivers 1996).
9)      Materi
Oakes (2002) berpendapat bahwaada hubungan yang jelas antara materi yang tepat dan kurikulum serta hasil akademik siswa. Peserta didik CLIL perlu materi yang tepat untuk belajar Bahasa Inggris dan kontennya.

2.5  Prinsip Utama atau Pelatihan Guru CLIL (CLIP)

Program pelatihan CLIP diadakan bagi guru CLIL di sekolah Pendidikan Nottingham. Secara keseluruhan, pelatihan tersebut didasarkan pada prinsip utama dari CLIL,yaitu 4C yang meliputi Content, Cognition, Communication dan Culture. Keempat komponen tersebut dalam pembelajaran dijelaskan sebagai berikut :
(1)   Content (Materi)
Content dalam hal ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman materi. Penyampaian materi dilakukan oleh guru saat menjelaskan materi maupun saat mengevaluasi hasil praktikum dan Running dictation.
(2)   Communication (komunikasi)
Communication dalam hal ini adalah meningkatkan keterampilan siswa menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi siswa diasah ketika diskusi hasil praktikum dan Running dictation.
(3)   Cognition (kognisi)
Cognisi dalam hal ini adalah mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Keterampilan berpikir siswa dikembangkan melalui kegiatan praktikum, diskusi kelompok, dan Running dictation. Kegiatan praktikum meliputi ordering (menulis data) dan dividing (membagi kelas ke kelompok kecil). Diskusi kelompok meliputi evaluating (memberikan pendapat). Running direction meliputi defining (menerjemahkan) dan remembering (mengeja, mnyampaikan dan mengingat kembali).
(4)   Culture (kebudayaan)
Culture dalam hal ini adalah meningkatkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri dan orang lain sehingga muncul sikap peduli dan tanggung jawab.

2.6  Konsep kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia : KBK, Genre, CLIL
          
Kompetensi berbahasa (khususnya menulis dan berbicara) pada kurikulum berbasis kompetensi lebih difokuskan pada tujuan dan fungsi komunikasi. Kelancaran komunikasi ternyata tidak serta merta jika siswa dilatih banyak–banyak berkomunikasi secara langsung, khusunya pada persoalan ketepatan secara retorik dan lingusitik. Komunikasi apapun ternyata berbentuk teks secara utuh dan memiliki kekhasan tertentu. Pengajaran bahasa kini bergerak ke arah pengajaran genre dalam berbagai konteks secara eksplisit, suatu upaya penyadaran agar siswa mengenal ciri–ciri tekstual dan linguistik yang membangun dan membentuk teks.
Para pakar bidang IPA tidak setuju jika IPA di SD (kelas 1 hingga kelas 6) dimasukkan ke dalam Mapel Bahasa Indonesia. Dialog tentang hal tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa integrasi IPA/IPS dan Bahasa Indonesia pada kelas 1, 2, dan 3 SD.
Pengajaran bahasa kini bergerak ke arah pengajaran genre dalam berbagai konteks secara eksplisit, suatu penyadaran agar siswa mengenal cirri-ciri tekstual dan linguistic yang membangun dan membentuk teks. Dalam kaitan ini Australia menjadi pendahulu memperkenalkan pedagogi berbasis genre (genre-based pedagogy) di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya (Rothery 1996; Christie 1999; Macken-Horarik 2001). Pedagogi berbasis-genre memandang bahasa sebagai suatu sistem dinamis terbuka, pengetahuan tentang bahasa diajarkan secara eksplisit; dan genre (tipe teks) digunakan sebagai titik awal untuk pemodelan, pendekonstruksian, dan pemahaman bahasa (Martin 1999).
Pendekatan berbasis-genre didasarkan pada teori bahasa sistemik fungsional yang dikembangkan Halliday (1978, 1994), yang kemudian dikembangkan lebih lanjut antara lain oleh Martin (1992), Christie (1999), dan Macken-Horarik (2001). Pendekatan ini didasarkan pada siklus belajar-mengajar yang menonjolkan strategi pemodelan teks dan membangun teks secara bersama-sama (joint construction) sebelum membuat teks secara mandiri. Siklus yang dikembangkan Rothery (1996) mencakup: (1) pemodelan teks (modeling a text), konstruksi bersama (joint construction of a text), dan konstruksi mandiri (independent construction of a text).
Firkins, Forey, dan Sengupta (2007) mengembangkan siklus Rothery dengan modifikasi penjenjangan yang mencakup: (1) pengembangan kesadaran kontekstual dan metakognitif (schema building), misalnya menggali pengalaman siswa; (2) penggunaan teks otentik sebagai model; (2) pengenalan dan pernyataan kembali metawacana; (3) penghubungan teks (intertekstualitas) dengan secara gambling mendiskusikan persamaan yang ditemukan dalam suatu genre, misalnya tipe leksiko-gramatikal yang biasanya ditemukan dalam teks prosedural.
Bank Dunia (1995) mencatat bahwa mayoritas masyarakat dunia saat ini adalah bilingual atau multilingual. Sayangnya, pengajaran bahasa yang membina selain bahasa ibu, yaitu bahasa kedua dan bahasa asing, mengalami hasil yang kurang menggembirakan menurut hasil survei Eurobarometer (komisi Eropa) pada tahun 2005. Untuk mengatasi hal terebut program pengajaran bahasa kemudian beralih lebih serius kepada CLIL.
Nama lain CLIL yang cukup lama dikenal adalah pengajaran bahasa berbasis tugas (task-based learning and teaching), program “pencelupan” di Kanada dan Eropa, program bahwa CLIL merupakan perkembangan yang lebih realistis dari pengajaran bahasa komunikatif yang mengembangkan kompetensi komunikatif. Jadi bisa diduga bahwa arah perkembangan selanjutnya dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (2006) adalah kurikulum yang berdasar pada CLIL. Ini lah yang menjadi rujukan utama Kurikulum 2013.
Keberhasilan CLIL (yang mengintegrasikan isi dan bahasa) di Eropa, As, dan Kanada didasarkan pada hasil penelitian pemerolehan bahasa kedua (Krashen (1982), Lightbown and Spada (2006), Swain (2000), Yolanda Ruiz de Zarobe, Rosa Maria Jimenez Catalan (2009), Jonathan Savage (2011).Hasil penelitian menunjukkan bahwa CLIL menciptakan kondisi alamiah dalam belajar bahasa, memberikan tujuan yang jelas penggunaan bahasa di kelas, berdampak positif karena lebih menekankan makna daripada bentuk, dan secara drastic meningkatkan jumlah pemajanan bahasa sasaran. Yang menonjol dari keempat hasil penelitian ini adalah bahwa pwngajaran bahasa dalam CLIL berfokus pada makna bahasa daripada bentuk bahasa.
Istilah tematik-integratif dalam Kurikulum 2013 merupakan perwujudan penerapan CLIL. Coyle (2006, 2007) mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content, communication, cognition, culture (community/citizenship). University of Cambridge menerbitkan panduan kurikulum bahasa inggris yang bertajuk Teaching Science through English—a CLILApproach. Communication berkaitan dengan bahasa jenis apa yang digunakan (misalnya membandingkan, melaporkan). Cognition berkaitan dengan keterampilan berpikir apa yang dituntut berkenaan dengan topik (misalnya mengidentifikasi, mengklasifikasi). Culture berkaitan dengan muatan lokal lingkungan sekitar yang berkaitan dengan topik, misalnya kekhasan tumbuhan yang ada di wilayah tempat siswa belajar, termasuk juga persoalan karakter dan sikap berbahasa. CLIL sekarang ini juga dilihat sebagai cara untuk mencapai ‘mother tongue +2’ multilingualism (Zarobe 2009).

2.7  Implementasi Kurikulum 2013

Kurikulum hanya berisi seperangkat tujuan yang ingin dicapai. Pengimplementasian kurikulum agar mudah dilaksanakan didahului oleh pengembangan silabus. Desain suatu silabus terkait erat dengan pandangan hakikat bahasa dan hakikat belajar bahasa yang mendasari pembuatan kurikulum. Silabus yang terkait dengan pendekatan komunikatif yang dikenal sebagai versi silabus yang lebih menekankan kepada kompetensi berbahasa untuk tujuan komunikasi dalam arti luas adalah silabus fungsional (functional), silabus berbasis kompetensi (competency-based), berbasis teks (text-based), dan silabus berbasis tugas (task-based), berbasis CLIL.
Karakteristik silabus yang sesuai Kurikulum 2013: (1) silabus dikembangkan berdasarkan KI dan KD; (2) silabus disusun dengan melaksanakan identifikasi, yaitu mengelompokkan kompetensi dasar yang memiliki keterkaitan erat ke dalam satu kelompok atau satu unit pembelajaran; (3) pengelompokkan (klasifikasi)ini sekaligus membentuk tipe silabus yang berbasis kompetensi-genre-CLIL; (4) unit pembelajaran tersusun (sekuensi) dengan pertimbangan tingkat kesulitan, variasi, kompetensi (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, bahasa/sastra), pre-requiste, dan momen; (5) struktur silabus terdiri atas tujuan (kompetensi dasar dan indikator), prosedur pengembangan kompetensi, sumber dan sarana pembelajaran; dan penilaian kompetensi; dan penilaian kompetensi; (6) sebagai dasar penyusunan RPP dan bahan ajar yans sesuai dengan Kurikulum 2013.
Silabus bersifat interpretatif. Silabus bykanlah sekedar kumpulan KD namun sudah merupakan urutan yang direncanakan secara sistematis, logis, dan aplikatif. Kegiatan pengembangan silabus secara prinsip mencakup dua kegiatan utama, yaitu klasifikasi dan sekuensi. Kegiatan klasifikasi dan sekuensi dimulai dari analisis Kd. Jika satu KD dianggap sebagai satu kegiatan belajar maka dapat diklasifikasi sebagai berikut: 2 (kognitif, psikomotor) x genre (6 jenis teks) x 2 (lisan, tulisan) x 3 (tipe genre komunikasi umum, jurnalistik, sastra) x 4 (jumlah KD dalam KI) = 288 kegiatan belajar. Kegiatan belajar ini juga ditambah dengan persoalan sikap (Kisikap religius dan sikap sosial) yang dibungkus dalam satu kemasan tematik yang kontekstual dan logis serta bermuatan pesan khusus yang berguna bagi moral dan karakter bangsa. Semua ini diwadahi dalam berbagai kegiatan belajar, tugas dan latihan, dan juga pilihan teks yang relevan.
Bahan ajar yang sesuai dengan karakter Kurikulum 2013 adalah bahan ajar yang memungkinkan siswa berekspresi secara bebas dan kreatif melalui pilihan tugas dan teks yang bersifat aktual dan baru (new information). Konsep 4C (content, communication, cognition, culture) dapat menjadi acuan pemilihan bahan ajar. Jika ketiga unsur C tersebut kurang terbina maka dikhawatirkan pembinaan Bahasa Indonesia sebagai wahana ilmu pengetahuan akan terabaikan.


BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan

Dalam Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia di gunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar. Hal ini di latarbelakangi oleh kenyataan bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Dalam kurikulum 2013 ini, peserta didik di harapkan mempunyai rasa ingin tahu yang besar agar di dalam kegiatan pembelajaran terjadi komunikasi yang baik antara peserta didik dengan guru. Dalam hal ini CLIL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013, karena CLIL memadukan pendekatan bahasa dan isi, dimana bahasa kedua atau bahasa asing tidak hanya digunakan sebagai bahasa dalam instruksi pembelajaran tetapi juga sebagai alat yang sangat penting untuk membangun pengetahuan. CLIL sangat bermanfaat untuk mengembangkan kepercayaan diri siswa,meningkatkan keterampilan–keterampilan berkomunikasi siswa, mendorong pemahaman antar kebudayaan dan nilai–nilai kemanusiaan siswa, Meningkatkan kepekaan siswa terhadap perbendaharaan kata, dan meningkatkan kecakapan bahasa siswa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

3.2  Saran

CLIL merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang tepat dalam menerapkan pengajaran Bahasa Indonesia di kelas sesuai dengan kurikulum 2013. Jadi, guru sebagai pemberi materi pembelajaran bahasa akan lebih jika memperkaya pendekatan pembelajarannya dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan aspek-aspek dalam kurikulum 2013, salah satunya dengan menggunakan pendekatan CLIL.
 

4 komentar:

  1. Kak, materinya bagus dan rapi. Boleh minta daftar pustakanya Kak?

    BalasHapus
  2. Kak, materinya bagus dan rapi. Boleh minta daftar pustakanya Kak?

    BalasHapus